Berantas Rokok Ilegal, Bea Cukai Parepare Lampaui Target Penerimaan Triwulan III 2025

Berantas Rokok Ilegal, Bea Cukai Parepare Lampaui Target Penerimaan Triwulan III 2025

Decimalnews.com — Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Parepare mencatat kinerja impresif dengan melampaui target penerimaan negara jauh sebelum akhir tahun 2025. Hingga triwulan III, realisasi penerimaan tembus 114,23% dari target tahunan.

Pencapaian ini disampaikan Kepala KPPBC Parepare Dawny Marbagio dalam kegiatan coffee morning bersama awak media di Parepare, Selasa (14/10/2025).

Dawny menjelaskan, target penerimaan Bea Cukai Parepare tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp57,87 miliar.

“Alhamdulillah, sampai triwulan ketiga, realisasi kami telah mencapai Rp66,10 miliar,” ujarnya.

Angka ini mencerminkan kenaikan 33,22% dibanding tahun sebelumnya, dan menjadi capaian 114,23% dari target setahun penuh. Penerimaan bersumber dari Bea Masuk, Bea Keluar, dan Cukai.

Selain itu, Bea Cukai Parepare turut menyumbang penerimaan negara dari Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) sebesar Rp19–23 miliar hingga September 2025.

Wilayah pengawasan Bea Cukai Parepare mencakup 12 kabupaten/kota di Sulsel dan Sulbar. Hingga triwulan III 2025, penindakan menghasilkan penyitaan 1.771.880 batang rokok ilegal dan 298,75 liter MMEA ilegal dari 171 kasus.

Pejabat Pengawas Bea Cukai, Daud, menyebut keterbatasan SDM menjadi tantangan utama.

“Kami hanya memiliki 53 pegawai, dengan 15 orang di bidang pengawasan. Karena itu, sinergi dengan Pemda dan Satpol PP sangat penting,” ujarnya.

Modus peredaran rokok ilegal kini banyak bergeser ke marketplace. Penjual menyamarkan barang sebagai produk lain seperti kaos atau sepatu.

Dawny membeberkan tiga langkah strategis dalam penindakan:

– Analisis intelijen terhadap akun penjual yang mencurigakan

– Kerja sama dengan Perusahaan Jasa Titipan (PJT) untuk memantau kiriman

– Operasi pasar gabungan ke toko-toko, disertai sosialisasi dan penindakan

Terkait penanganan hukum, Dawny menegaskan Bea Cukai memiliki kewenangan penyidikan dan penahanan terhadap pelanggar cukai.

“Kami tidak hanya menyita barang bukti, tetapi juga menindak pelakunya. Terakhir, dua orang ditangkap di Kabupaten Soppeng,” ungkapnya.

Ia menjelaskan skema Restorative Justice (RJ) sesuai UU Harmonisasi Perpajakan (HPP):

RJ Awal: Pelanggar dapat menghindari penyidikan dengan membayar denda 3 kali nilai cukai terutang

RJ Lanjutan: Jika SPDP sudah terbit, dendanya menjadi 4 kali nilai cukai terutang

Untuk kasus besar dengan kerugian negara miliaran rupiah, banyak pelaku tak sanggup membayar, sehingga proses pidana tetap berlanjut.

“Dengan sinergi semua pihak, kami optimistis penerimaan negara akan terus bertambah hingga akhir tahun,” pungkas Dawny. (*)

Bagikan artkel ini: