Mengungkap Makna Taman Kota Sebagai Space in Between di Kota Makassar
DECIMALNEWS.COM, MAKASSAR – Taman kota ternyata tidak hanya berfungsi sebagai ruang hijau, tetapi juga memiliki makna sosial dan psikologis yang berbeda bagi setiap generasi.
Hal ini terungkap dalam riset yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Hasanuddin selama tiga bulan, mulai Juli hingga September 2025, di Kota Makassar.
Riset ini merupakan bagian dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) skema Riset Sosial Humaniora (RSH) yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Hasanuddin.
Tim riset ini terdiri dari mahasiswa lintas disiplin, yaitu dari Program Studi Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK), Psikologi, dan Statistika, yang berkolaborasi untuk meneliti persepsi dan preferensi lintas generasi terhadap taman kota di Makassar.
Riset ini menganalisis tiga aspek utama, yaitu persepsi terhadap taman kota sebagai ruang transisi, kecukupan fasilitas, dan fungsi restoratif yang mengacu pada Attention Restoration Theory (ART).

Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan yang cukup mencolok antar generasi. Generasi X menilai taman sebagai ruang ekologis yang memberikan ketenangan dan keseimbangan hidup.
Generasi Y atau milenial lebih menekankan fungsi sosial taman sebagai tempat berkumpul dan berinteraksi. Sementara itu, Generasi Z cenderung memandang taman sebagai tempat bersantai sesekali, tetapi lebih tertarik pada ruang modern seperti kafe yang dianggap lebih nyaman dan estetik.
Dari segi fasilitas, persepsi antar generasi cenderung serupa, namun kebersihan dan perawatan taman menjadi catatan penting, terutama bagi Generasi Z.
Hasil riset menunjukkan bahwa semakin muda suatu generasi, frekuensi kunjungan ke taman kota semakin rendah.
Meski begitu, semua generasi sepakat bahwa keberadaan taman tetap penting bagi kualitas hidup di perkotaan. Temuan ini menunjukkan bahwa taman kota tidak bisa dipandang sekadar sebagai ruang terbuka hijau, tetapi sebagai ruang sosial yang memiliki arti emosional bagi masyarakat urban.

Menariknya, perbedaan generasi juga tercermin pada pengalaman psikologis mereka saat berada di taman. Generasi X lebih menonjolkan elemen Being Away, yaitu kebutuhan untuk menjauh sejenak dari rutinitas perkotaan guna memulihkan kejernihan pikiran.
Generasi Y menemukan manfaat dari elemen Compatibility dan Extent karena taman dianggap sesuai dengan gaya hidup aktif mereka.
Sementara Generasi Z merasakan ketenangan melalui elemen Soft Fascination, di mana alam menghadirkan rasa nyaman tanpa menuntut perhatian penuh. Hal ini memperlihatkan bahwa setiap generasi memiliki cara tersendiri dalam menemukan ketenangan di ruang publik.
Peneliti juga mencatat bahwa faktor gaya hidup modern dan kedekatan Generasi Z dengan teknologi turut memengaruhi tingkat keterikatan mereka terhadap alam. Penggunaan gawai di ruang terbuka hijau, misalnya, dapat mengurangi manfaat restoratif dari pengalaman berada di taman. Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah kota dan perancang tata ruang untuk menciptakan taman yang tidak hanya indah, tetapi juga mampu menjembatani kebutuhan lintas generasi.
Secara keseluruhan, riset ini memberikan pandangan baru tentang pentingnya pengelolaan taman kota yang adaptif dan inklusif. Dengan mengintegrasikan aspek ekologis, sosial, dan psikologis, taman kota dapat berfungsi sebagai ruang bersama yang memperkuat kesejahteraan masyarakat urban di Makassar.
Riset ini diharapkan dapat menjadi masukan berharga bagi pemerintah Kota Makassar dalam merancang kebijakan dan desain ruang publik yang berkelanjutan serta dapat menjadi ruang bersama yang memperkuat kesejahteraan masyarakat lintas generasi di Makassar.
By: Tim Restora Space – PKM Riset Sosial dan Humaniora Universitas Hasanuddin
Andi Muthia Amalia Makkuaseng
Zhafarina Marzani Izzati
Adelia Aprianti Amin
Mutia Wulandari
Muthia Naurah Arafah
Muhammad Irfan S.T.,M.Sc

